BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Drama adalah salah satu genre karya
sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi. Berbeda dengan prosa maupun puisi,
naskah drama memiliki bentuk sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang
didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo,
2003: 2). Perkataan drama berasal dari
bahasa Yunani “draomai" yang berarti berbuat, berlaku, bertindak atau
beraksi (Waluyo,2001:2), terdapat beberapa pendapat ahli yang mendefisinikan
drama, seperti berikut ini : Balthazar Verhagen (dalam Andyasmara,1978:7)
memberikan pengertian drama ialah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap
manusia dalam gerak. Nurbaiti Jamalus dan Amir Hasan (1975:106) menyatakan
bahwa drama ialah cerita yang ditulis dengan tujuan untuk dipentaskan,
diperankan oleh pelaku-pelaku, sehingga penonton dapat melihat keseluruhan
cerita itu dalam bentuk yang lebih nyata.
Lebih lanjut istilah drama dalam sejarah
perkembangannya di Indonesia dikenal dengan beberapa istilah, diantaranya :
Sandiwara, yang diambil dari bahasa Jawa “sandhi” dan “warah” yang berarti
pelajaran yang diberikan secara diam-diam atau rahasia (sandi artinya rahasia
dan warah artinya pelajaran) (Waluyo,2001:3). Lakon, yang berasal dari bahasa
Jawa ini mempunyai arti perjalanan cerita (biasanya dikenal dalam pementasan
wayang)
Sedangkan RMA. Harymawan (1988:2)
menyebutkan bahwa teater adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan diatas pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media
percakapan, gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor, didasarkan pada naskah
yang tertulis tanpa nyanyian, musik dan tarian. Oleh karena itu pementasan
drama tentunya banyak menghadirkan cerita yang berbeda-beda antara pengarang
yang satu dengan yang lainnya sehingga dapat melahirkan klasifikasi drama.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan 3 komponen klasifikasi drama
sebagai berikut :
1. Mengapa ada klasifikasi drama ?
2. Apa saja klasifikasi drama itu ?
3. Bagaimana klasifikasi drama
berdasarkan alirannya ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Penyebab
Klasifikasi Drama
Klasifikasi drama didasarkan atas tanggapan manusia terhadap kehidupan. Berbicara pengertian drama secara
luas kajiannya, tidaklah berkutat pada pengertian-pengertian semata, tetapi
sebagai karya sastra.
Seorang pengarang drama dapat menghadapi
kehidupan ini dari sisi yang menggembirakan dan sebaliknya dapat juga dari sisi
yang menyedihkan. Dapat juga seseorang memberikan variasi antara sedih dan
gembira mencampurkan dua sikap itu karena dalam
kehidupan yang real manusia tidak selalu sedih dan tidak selalu gembira.
Karya yang sering memadukan dua sikap hidup manusia itu dipandang merupakan
karya yang lebih baik karena kenyataan hidup yang dijumpai memang demikian
adanya.
Seorang pengarang drama dapat menghadapi
kehidupan dengan berbagai problemaktinya sehingga memberikan nuansa yang
bervariasi baik dalam keadaan sedih maupun gembira dalam kehidupan dunia pentas
(drama). Oleh karena itu pementasan drama tentunya banyak menghadirkan cerita
yang berbeda-beda antara pengarang yang satu dengan yang lainnya sehingga dapat
melahirkan klasifikasi drama.
B.
Macam
– macam Klasifikasi Drama
Menurut Waluyo ,klasifikasi drama pada
abad XVIII, berdasarkan naskah drama, dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat)
jenis, yaitu :
1.
Tragedi
atau drama duka atau duka cerita
ragedi
atau drama duka adalah drama yang melukiskan kisah sedih yang besar seorang
tokoh agung atau tokoh-tokoh lainnya
terlibat dalam permasalahan besar.
Tokohnya adalah tragic hero artinya pahlawan yang mengalami nasib tragis .
Tokoh -tokoh tersebut dalam kisah bencana ini dibuat penulis naskah
dalam harapan agar penontonnya memandang
kehidupan secara optimis.
Pengarang
secara bervariasi ingin melukiskan keyakinannya tentang ketidak sempurnaanya
seorang manusia. Pengarang berusaha untuk menempatkan dirinya secara tepat
dalam kemelut kehidupan manusia itu. Kenyataan hidup yang dilukiskan berwarna
romantis atau idealistis, sebab itu lakon yang dilukiskan seringkali
mengungkapkan kekecewaan hidup karena pengarang mengharapkan sesuatu yang
sempurna atau yang paling baik dari hidup ini. Misalnya: Mrs. Alving karya
Henrik Ibsen dan Robert Mayo karya O’Neil.
2.
Melodrama
Melodrama
adalah lakon yang sentimental, dengan
tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan. Penggarapan alur dan
penokohan yang kurang dipertimbangkan secara cermat, maka cerita yang
dilebih-lebihkan sehingga kurang meyakinkan penonton. Tokoh dalam melodrama
adalah tokoh yang tidak ternama (bukan tokoh agung seperti dalam tragedi).
Dalam kehidupan sehari-hari sebutan melodramatik kepada seseorang seringkali
merendahkan martabat orang tersebut karena dianggap berperilaku yang
melebih-lebihkan perasaanya. Drama-drama Hamlet dan Macbeth disamping bersifat
tragedi juga bersifat melodrama. Ada beberapa hal yang dilebih-lebihkan dalam
kedua drama besar itu. Romeo dan Yuliet dipandang dari cintanya yang begitu
tinggi juga dapat dinyatakan sebagai melodrama.
3.
Komedi
atau drama ria
Komedi
adalah drama ringan yang sifatnya
menghibur dan didalamnya terdapat dialog
kocak yang bersifat menyindir dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Lelucon
bukan tujuan utama dalam komedi, tetapi drama ini bersifat humor dan
pengarangnya berharap akan menimbulkan kelucuan atau tawa riang. Kelucuan bukan
tujun utama, maka unsur dramatic dari komedi (meskipun bersifat ringan) masih
tetap dipelihara. Misalnya: Pak
Belalang, Pak Pandir dan Abu nawas.
4.
Dagelan
Farce
Dagelan
adalah banyolan. Seringkali jenis drama ini disebut dengan komedi murahan atau
komedi picisan . Sering pula disebut tontonan konyol atau tontonan murahan.
Dagelan adalah drama kocak dan ringan
dan tidak berdasarkan perkembangan struktur dramatik dan perkembangan cerita
sang tokoh. Isi cerita dagelan ini biasanya kasar, lentur dan fulgar.
Sedangkan menurut Andyasmara
,mengklasifikasikan drama berdasarkan isinya dibedakan menjadi 9 (sembilan)
macam diantaranya:
·
ragedi atau duka cerita yaitu drama yang penuh
dengan kesedihan, kemalangan karena pelaku utama dari awal cerita sampai akhir
pertunjukan senantiasa kandas dalam melawan nasib buruk,
·
Komedi atau suka
cerita yaitu drama penggeli hati. Isi lakonnya penuh dengan sindiran .
·
Tragedi komedi
atau suka-duka cerita yaitu drama yang penuh dengan kesedihan, tetapi juga
hal-hal yang mengembirakan-menggelikan hati,
·
Opera yaitu
drama yang berisiskan nyanyian dan musik pada sebagian besar penampilannya
digunakan sebagai dialog,
·
Operette yaitu
drama jenis opera namun ceritanya lebih pendek,
·
Tableau yaitu
drama tanpa kata-kata dari si pelaku,
yang mirip dengan pantomime,
·
Dagelan yaitu
suatu pementasan cerita yang sudah dipenuhi
unsur-unsur lawakan atau badutan,
·
Drama minikata
yaitu drama yang pada saat dipentaskan boleh dikatakan hampir tidak menggunakan
dialog sama sekali, hanya dengan menjalankan improvisasi saja dengan
gerak-gerak teaterikal, dan
·
Sendara tari
yaitu seni drama tari tanpa dialog hanya penampilannya dalam bentuk tarian.
Elizabeth Lutters (2006:35)
mengklasifikasikan drama menjadi beberapa jenis, yaitu drama tragedi, komedi,
misteri, laga/ action, melodrama, dan drama sejarah.
a. Drama Tragedi
Cerita drama yang termasuk jenis ini
adalah cerita yang berakhir dengan duka lara atau kematian. Contoh film yang
termasuk jenis ini di antaranya Romeo dan Juliet atau Ghost. Sementara contoh
FTV misteri yang termasuk dalam jenis ini misalnya Makhluk Tengah Malam yang
ending-nya bercerita tentang si istri yang melahirkan bayi genderuwo. Cerita
ini bukan berakhir dengan kematian, tapi kekecewaan atau kesedihan. Oleh karena
itu, cerita Makhluk Tengah Malam dapat digolongkan ke dalam jenis drama
tragedi.
b. Drama Komedi
Jenis drama ini dapat digolongkan ke beberapa
jenis lagi. Berikut yang termasuk dalam drama komedi.
1. Komedi
Situasi, cerita lucu yang kelucuannya bukan berasal dari para pemain, melainkan
karena situasinya. Contoh drama jenis ini antara lain Sister Act dan Si
Kabayan. Sementara contoh sinetron yang termasuk dalam jenis ini antara lain
Kawin Gantung, Bajaj Bajuri, dan Kecil-Kecil Jadi Manten.
2.
Komedi Slapstic,
cerita lucu yang diciptakan dengan adegan menyakiti para pemainnya. Misalnya,
saat di kelas terjadi kegaduhan karena sang guru belum datang. Kemudian teman
yang “culun” digoda teman yang lain dengan menulisi pipinya menggunakan spidol.
Contoh film komedi slapstic ini di antaranya The Mask dan Tarzan.
3.
Komedi Satire,
cerita lucu yang penuh sindiran tajam. Beberapa film yang termasuk jenis ini
adalah Om Pasikom dan Semua Gara-Gara Ginah. Sementara contoh sinetronnya
adalah Wong Cilik.
4. Komedi
Farce, cerita lucu yang bersifat dagelan, sengaja menciptakan kelucuan-kelucuan
dengan dialog dan gerak laku lucu. Beberapa tayangan televisi yang termasuk
jenis ini adalah Srimulat, Toples, Ba-sho, Ngelaba, dan lain sebagainya.
c. Drama Misteri
Jenis drama ini bisa dibagi lagi menjadi
beberapa bagian.
1.
Kriminal, misteri yang sangat terasa unsur keteganyannya atau suspense dan
biasanya menceritakan seputar kasus pembunuhan. Si pelaku biasanya akan menjadi
semacam misteri karena penulis skenario memerkuat alibinya. Sering kali dalam
cerita jenis ini beberapa tokoh bayangan dimasukkan untuk mengecoh penonton.
2.
Horor, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan roh halus.
3.
Mistik, misteri yang bercerita tentang hal-hal yang bersifat klenik atau unsur
ghaib.
d. Drama Laga/ Action
Drama
laga digolongkan menjadi dua, yaitu yang bersifat modern dan tradisional.
1. Modern,
cerita drama yang lebih banyak menampilkan adegan perkelahian atau pertempuran,
namun dikemas dalam setting yang modern. Contoh jenis sinetron ini misalnya
Deru Debu, Gejolak Jiwa, dan Raja Jalanan.
2.
Tradisional, cerita drama yang juga menampilkan adegan laga, namun dikemas
secara tradisional. Beberapa sinetron yang termasuk jenis ini antara lain
Misteri Gunung Merapi, Angling Dharma, Jaka Tingkir, dan Wali Songo.
Untuk
jenis drama laga ini biasanya skenario tidak banyak memakai dialog panjang,
tidak seperti skenario drama tragedi atau melodrama yang kekuatannya terletak
pada dialog. Jenis ini lebih banyak mengandalkan action sebagai daya tarik
tontonannya. Penontonnya bisa merasakan semangat ketika menonton film ini.
e. Melodrama
Skenario jenis ini bersifat sentimental dan
melankolis. Ceritanya cenderung terkesan mendayu-dayu dan mendramatisir
kesedihan. Emosi penonton dipancing untuk merasa iba pada tokoh protagonis.
Penulis skenario cerita jenis ini jangan terjebak untuk membuat alur yang
lambat. Konflik harus tetap runtun dan padat. Justru dengan konflik yang
bertubi-tubi pada si tokoh akan semakin membuat penonton merasa kasihan dan
bersimpati pada penderitanya. Contoh sinetron jenis ini antara lain Bidadari,
Menggapai Bintang, dan Chanda.
f. Drama Sejarah
Drama sejarah adalah cerita jenis drama
yang menampilkan kisah-kisah sejarah masa lalu, baik tokoh maupun peristiwanya.
Contoh film yang bercerita tentang peristiwa sejarah antara lain November 1828,
G-30-S/PKI, Soerabaya ’45, Janur Kuning, atau Serangan Fajar. Sementara kisah
yang menceritakan sejarah tapi lebih ditekankan pada tokohnya antara lain Tjoet
Njak Dhien, Wali Songo, dan R.A. Kartini.
Tarigan
membuat klasifikasi drama juga menurut genre-nya, yaitu :
a. Tragedi
.Karya tragedy harus memenuhi syarat: Suatu lakon tragis haruslah berhubungan
erat atau menggarap suatu subjek yang serius. Sang pahlawan atau pelaku utama
dalam tragedi harus merupakan orang penting yang herois. Insiden yang terdapat dalam tragedy haruslah
wajar, apa yang harusnya terjadi harus terjadi. Serta rasa kasihan, sedih atau
takut merupakan emosi-emosi utama pada karya tragedi.
b.
Komedi.
Ciri-ciri khas komedi: Mungkin memerankan suatu subjek yang serius dan mungkin
pula suatu subjek yang ringan dalam tendensi yang ringan atau cerah. Memerankan
kejadian yang mungkin dan seakan-akan terjadi. Segala yang terjadi muncul dari
tokoh bukan dari situasi. Serta kelucuan sejenis humor yang serius
c.
Melodrama.
Ciri-ciri utama lakon melodrama: Memerankan suatu subyek yang serius, tetapi
para tokohnya tidak seotentik yang terdapat dalam tragedi. Ada unsur-unsur
perubahan yang masuk ke dalam melodrama. Rasa kasihan memang ada ditonjolkan,
tetapi cenderung kearah sentimentalis. Serta tokoh utama biasanya menang dalam
perjuangan.
d. Farce.
Ciri-ciri utama farce: Kejadian dan tokoh-tokohnya mungkin terjadi dan ada,
tetapi tidaklah begitu besar kemungkinan itu. Menimbulkan kelucuan
seenaknya. Serta bersifat episodik.
C. Klasifikasi Drama Berdasarkan Alirannya
Selain klasifikasi drama diatas, dapat
juga dilihat dari alirannya dan sifat-sifatnya. Walaupun sifat tersebut tidak
menjadi corak kaki (pijakan) tetapi hanya dapat menjadi ciri pokok saja karena
tidak ada drama yang berpijak pada satu aliran atau sifat secara mutlak seratus
persen, tetapi kecendrungan menganut lebih dari satu aliran atau sifat drama.
Adapun klasifikasi drama berdasarkan aliran atau sifatnya, di antaranya :
1. Aliran
klasik. Drama dengan aliran ini mempunyai beberapa ciri-ciri; (1) tunduk pada
hukum trilogy Aristoteles, (2) actingnya bergaya deklamasi, (3) drama lirik
lebih banyak ditulis,(4) irama permainan lamban, banyak diselingi dengan
monolog bersifat statis, dan (5) materi cerita bergaya Romawi dan Yunani
(Waluyo,2001:57)
2.
Aliran romantik.
Drama ini bertentangan dengan drama aliran klasik, dengan tidak mematuhi hukum
drama tetap (trilogy Aristoteles), dengan ciri-ciri: (1) kebebasan bentuk,(2)
isi yang fantastis dan sering tidak logis,(3) materinya bunuh-membunuh,
teriakan dalam gelap, korban pembunuhan yang hidup kembali dan tokoh-tokohnya
sentmentil,(4) mementingkan keindahan bahasa, (5) dalam penyutradaraan segi
visual ditonjolkan, dan (6) actingnya bombastis, bernafsu, mimic yang
berlebih-lebihan (Harymawan,1988:84)
3.
Aliran realis,
dalam hal ini naskah yang ditampakkan lebih pada pencapaian ilusi atas
penggambaran kenyataan dalam pentas. Terdapat dua realisme, yaitu: (1) reslisme
sosial dengan ciri-ciri; a) peran-peran utama biasanya rakyat jelata, petani,
buruh dan sebagainya, b) aktingnya wajar seperti yang terlihat dalam kehidupan
sehari-hari. (Harymawan, 1988:85) dan (2) realisme psykologis, dengan
ciri-ciri; a) lebih menonjolkan aspek kejiwaan tokoh atau lakon, b) settingnya
bersifat wajar dengan intonasi yang tepat, c) suasana digambarkan dengan
simbolik (perlambangan), dan d)lebih mementingkan konflik psikologis dari pada
konflik fisik (Waluyo, 2001:58)
4.
Aliran
ekspresionis, ialah seni menyatakan dengan menonjolkan perasaan atau pikiran
pengarang, dengan ciri-ciri: (1) pergantian adengan cepat, (2) penggunaa pentas
ekstrem, dan (3) fragmen-fragmen yang film-isme (meniru gaya dan cara film)
(Harymawan, 1988:86)
5.
Aliran
naturalis, aliran ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari realisme dengan
menampakkan kenyataan yang digambarkan diusahakan mungkin dengan kenyataan alam
(natural), sehingga penampilan mendekati alam sesungguhnya, dan bukan alam
tiruan (lukisan dekor semata)
6. Aliran
eksistensialis, dengan menampilkan tokoh-tokoh yang sadar akan esksistensi
(keberadaan) dalam drama yang mengutamakan kebebasan tokoh (kemandirian kuat)
akan rohaniyah dan jasmaniah bahkan dikatakan mutlak. Kemandirian menjadi
ciri-ciri eksistensi diri yang hendak membentuk kebebasan setinggi-tingginya.
Oleh karena itu sang tokoh bicara seenaknya, sehingga lakon kehilangan kontek
dengan lawan bicaranya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Klasifikasi drama didasarkan atas jenis
tanggapan pengarang drama yang dapat menghadapi kehidupan ini dari sisi yang
menggembirakan dan sebaliknya dapat juga dari sisi yang menyedihkan. Dapat juga
seseorang membuat karya yang sering memadukan dua sikap hidup manusia itu
dipandang merupakan karya yang lebih baik karena kenyataan hidup yang dijumpai
memang demikian adanya, misalnya berbentuk • Tragedi atau drama duka atau duka
cerita • Melodrama • Komedi atau drama ria • Dagelan Farce. Klasifikasi drama
berdasarkan aliran. Sifat-sifat drama berdasarkan aliran tidak bercorak kaki
tetapi hanya merupakan ciri pokok saja. Tidak ada drama yang seratus persen
mengikuti salah satu aliran tertentu. • Aliran Klasik • Aliran Romantik •
Aliran Realisme • Aliran Ekspresionisme • Aliran Natularisme • Aliran
Eksistensialisme
DAFTAR
PUSTAKA
Waluyo, herman. 2001. Drama teori dan
pengajaranya.Yogyakarta: PT Hanindita Graha http://rumahterjemah.com/lainnya/resuman-buku-pengajaran-drama/,
diakses 19 Maret 2012 pukul 20.04
Tarigan, H.G. 2011. Prinsip-prinsip
Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
http://dramakreasi.blogspot.com/2010/04/jenis-jenis-drama.html,
diakses 19 Maret 2012 pukul 20.04
JANGAN LUPA SARAN DAN KOMENTARNYA SOBAT......!!!! MAKASIH.....
No comments :
Post a Comment